Sejarah KEPPKN

SEJARAH KEPPKN

Pada tahun 2002, terjadi perubahan mendasar dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Kesehatan R.I. nomor 1334/Menteri Kesehatan/SK/2002 tentang Komite Nasional Etik Penelitian Kesehatan (KNEPK).   KNEPK   merupakan   suatu   lembaga   nonstruktural   dan   independen.   KNEPK melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan etik penelitian kesehatan. Pada tahun 2004, KNEPK berhasil menerbitkan Pedoman Nasional Etik Penelitian Kesehatan (P-NEPK), yang kemudian dilengkapi 4 buku suplemen tentang topik-topik khusus etik penelitian kesehatan.  Sehubungan  keterbatasan  kemampuan  KNEPK waktu  itu,  P-NEPK  2004  masih  memuat  terjemahan  pedoman internasional.  Saat itu dikembangkan pula  Jaringan  Komunikasi  Nasional Etik Penelitian  Kesehatan  (JARKOMNAS EPK)  sebagai  forum  komunikasi  KEPK  di  berbagai  lembaga  yang  melakukan  penelitian kesehatan dengan mengikutsertakan manusia sebagai subjek.
Pada tahun 2016, Menteri Kesehatan R.I. Prof. Dr. Nila F. Moeloek SpM (K) mengubah nama KNEPK menjadi KEPPKN (Komite Etik Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Nasional) melalui Kepmenkes RI Nomor HK.02.02/MENKES/240/2016 tanggal 11 April 2016. Tugas dan fungsi KEPPKN mendapat satu tambahan yaitu melakukan “akreditasi” terhadap seluruh KEPK di tiap lembaga, yang usulan penelitiannya mengikutsertakan manusia sebagai subjek dan memanfaatkan hewan coba.
Pada tahun 2021, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MEMKES/4621/2021 tentang Keangotaan Komite Etik Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Nasional Masa Bakti Tahun 2021 – 2024. Komite Etik Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Nasional (KEPPKN) merupakan Komite yang dibentuk oleh Menteri Kesehatan berdasarkan Peraturan   Menteri Kesehatan   RI nomor 75 tahun 2020 tentang Komite Etik Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Nasional, yang merupakan perubahan dari Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 7 tahun 2016. Tugas dan fungsi KEPPKN periode ini tidak berbeda dengan periode sebelumnya. Disamping tugas dan fungsi tersebut, Menteri Kesehatan dan Wakil Menteri Kesehatan menyampaikan arahan agar KEPPKN juga dapat berfungsi sebagai edukator terhadap komunitas peneliti di Indonesia. Selain cakupan keilmuan dan etik, peneliti juga memiliki tanggung jawab untuk mengikuti peraturan yang berlaku, seperti material transfer agreement (MTA) dan conflict of interest (CoI). Dengan memahami secara mendalam mengenai peraturan dan prinsip etika penelitian, diharapkan peneliti di Indonesia mampu menghasilkan data penelitian yang sahih dan berkualitas tinggi tanpa mengorbankan kepentingan dari subjek penelitian dan peneliti itu sendiri. Selain fungsi akreditasi, KEPPKN juga diharapkan dapat membantu mengembangkan dunia penelitian di Indonesia dan meningkatkan mutu penelitian di Indonesia melalui fungsi KEPPKN sebagai Pembina etik penelitian dan pengembangan kesehatan secara nasional. Kedepan diharapkan peneliti di Indonesia dapat menghasilkan hasil penelitian berkaliber internasional dengan validitas yang baik dan mengikuti kaidah etik penelitian yang benar.

Fasilitas komentar tidak disertakan.